Jakarta Utara – Krisis air bersih kembali melanda ibu kota. Warga di 11 RT wilayah Jl. Muara Baru Alektro, Marlina, dan Koja (RT 03, 04, 05, 06, 07, 10, 11, 12, 13, 14 dan 15) Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, sudah 10 hari hidup tanpa aliran air bersih dari PAM Jaya. Keran-keran rumah warga kering, sementara pemerintah seolah tak berdaya.
Yang lebih menyakitkan, hanya beberapa meter dari lokasi—tepat di kawasan Tembok Bolong dan Kebun Tebu—air justru mengalir deras. Warga pun bertanya: apakah layanan air bersih di Jakarta kini pilih kasih?
Warga Antre, Berebut Air Tangki, Keributan Pecah
Bantuan air bersih dari PAM Jaya dengan mobil tangki hanya jadi solusi semu. Jumlah air yang datang jauh dari cukup. Setiap kali tangki datang, antrean panjang menjulur: anak-anak, ibu rumah tangga, hingga lansia berdesakan dengan jeriken, ember, dan galon.
“Air itu kebutuhan pokok, bukan barang mewah yang harus kami rebutkan,” tegas Joko, salah satu Ketua RT.
Tak jarang, keributan antarwarga pecah karena air yang terbatas harus dibagi rata. Sementara setiap keluarga punya kebutuhan berbeda.
Dampak: Ibadah Terganggu, Rumah Tangga Lumpuh, Warga Tekor
Krisis air ini bukan sekadar persoalan teknis. Ia sudah melumpuhkan kehidupan warga:
- Umat muslim kesulitan berwudhu untuk shalat lima waktu.
- Aktivitas rumah tangga berhenti: dari memasak, mencuci, hingga mandi.
- Risiko penyakit meningkat karena keterbatasan air bersih.
- Warga dipaksa mengeluarkan biaya tambahan membeli air dari pedagang keliling, karena suplai PAM Jaya jauh dari mencukupi.
“Kalau begini terus, kami bisa lebih dulu sakit sebelum air kembali mengalir,” keluh Hasby, pengurus DKM masjid.
Masalah Lama, Janji Tinggal Janji
Warga menegaskan, ini bukan kali pertama. Mati air sudah berulang kali terjadi—baik saat pengelolaan masih di tangan swasta (Palyja), maupun kini di bawah PAM Jaya yang katanya milik pemerintah. Bedanya? Tidak ada.
Janji perbaikan pelayanan hanya jadi retorika. Faktanya, 11 RT di Jakarta Utara masih bisa 10 hari tanpa air bersih.
Tuntutan Warga: Air Bukan Barang Dagangan!
Warga mendesak pemerintah daerah dan PAM Jaya:
- Segera memulihkan aliran air bersih tanpa menunda-nunda.
- Menyalurkan suplai air tangki rutin dan cukup, bukan sekadar formalitas.
- Menjelaskan secara terbuka apa penyebab mati air dan apa langkah penyelesaiannya.
“Sudah cukup kami bersabar. Air itu hak dasar rakyat, bukan barang dagangan!” tegas warga dalam pernyataan bersama.
Krisis ini bukan sekadar mati air, tapi cermin buruknya tata kelola pelayanan publik di ibu kota. Jika 11 RT bisa dibiarkan 10 hari tanpa air bersih, maka pertanyaannya: pemerintah ada di pihak rakyat, atau justru abai terhadap hak hidup mereka? (Dani/Red)